Sabtu, 05 September 2009

KAWASAN PERBATASAN ENTIKONG-KABUPATEN SANGGAU-PROVINSI KALIMANTAN BARAT-INDONESIA

KAWASAN PERBATASAN ENTIKONG
Perjalanan Panjang Menuju Beranda Depan
 
 
Dalam UU No. 43 tahun 2008 tentang Wilayah Negara dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan Kawasan Perbatasan adalah bagian dari Wilayah Negara yang terletak pada sisi dalam sepanjang batas wilayah Indonesia dengan negara lain, dalam hal Batas Wilayah Negara di darat, Kawasan Perbatasan berada di kecamatan. Dan pada bagian penjelasan UU tersebut dinyatakan bahwa mengingat sisi terluar dari wilayah negara atau yang dikenal dengan Kawasan Perbatasan merupakan kawasan strategis dalam menjaga integritas Wilayah Negara, maka diperlukan juga pengaturan secara khusus. Pengaturan batas-batas Wilayah Negara dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum mengenai ruang lingkup wilayah negara, kewenangan pengelolaan Wilayah Negara, dan hak–hak berdaulat. Pengelolaan Wilayah Negara dilakukan dengan pendekatan kesejahteraan, keamanan dan kelestarian lingkungan secara bersama-sama. Pendekatan kesejahteraan dalam arti upaya-upaya pengelolaan Wilayah Negara hendaknya memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat yang tinggal di Kawasan Perbatasan. Pendekatan keamanan dalam arti pengelolaan Wilayah Negara untuk menjamin keutuhan wilayah dan kedaulatan negara serta perlindungan segenap bangsa. Sedangkan pendekatan kelestarian lingkungan dalam arti pembangunan Kawasan Perbatasan yang memperhatikan aspek kelestarian lingkungan yang merupakan wujud dari pembangunan yang berkelanjutan. Peran Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjadi sangat penting terkait dengan pelaksanaan fungsi-fungsi pemerintahan sesuai dengan prinsip otonomi daerah dalam mengelola pembangunan Kawasan Perbatasan. Batas Wilayah Negara di darat, di Pulau Kalimantan ditetapkan dalam PP no. 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) berupa Kawasan Strategis Nasional, yaitu Kawasan Perbatasan Darat RI dan Jantung Kalimantan (Heart of Borneo) yang meliputi sebagian wilayah darat dari tiga Provinsi di Pulau Kalimantan yaitu Provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Tengah. Dalam PP tersebut dinyatakan bahwa pengaturan kawasan-kawasan perbatasan disini direncanakan dengan prioritas pengembangan pertama dengan program berupa Pengembangan/peningkatan kualitas Kawasan Strategis Nasional dengan sudut kepentingan pertahanan dan keamanan. Mengingat peran dan fungsi dari kawasan perbatasan yang memiliki nilai geopolitics yang tinggi yang mencerminkan jatidiri Bangsa Indonesia dimata Internasional maka tulisan ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran tentang kondisi sosial budaya, ekonomi, dan fisik lingkungan, potensi dan masalah yang dihadapi serta perencanaan pengaturannya di salah satu Kawasan Perbatasan yaitu Kecamatan Entikong, Kabupaten Sanggau, Provinsi Kalimantan Barat .

KECAMATAN ENTIKONG DAN SEKAYAM SEBAGAI KAWASAN PERBATASAN DI KABUPATEN SANGGAU 

Kawasan perbatasan di Kabupaten Sanggau terdiri dari 2 lokasi yaitu Entikong yang berlokasi di Kecamatan Entikong dan Balai Karangan di Kecamatan Sekayam. Dua lokasi ini terletak di ujung paling Utara Kabupaten Sanggau yang berbatasan langsung dengan Negara tetangga Malaysia, tepatnya Negara Bagian Sarawak.

Kecamatan Entikong dengan ibukota kecamatan di desa Entikong memiliki luas 506,89 km2 dengan jumlah penduduk pada tahun 2006 adalah 12.828 Jiwa dan kepadatan penduduk brutto adalah 25 jiwa/km2. Secara administratif Kecamatan Entikong terdiri dari 5 desa dan 18 dusun. Kecamatan ini berjarak kurang lebih 147 km dari Ibukota Kabupaten Sanggau. Prasarana yang telah ada terdiri dari jalan Negara 14,5 km, jalan kabupaten 41,7 km, jalan desa 83,37 km. Sarana pendidikan yang tersedia terdiri dari 1 unit TK, 18 unit SD/MI, 2 unit SLTP dan 2 unit SMK. Sarana kesehatan terdiri dari 1 unit puskesmas dan 1 unit puskesmas pembantu.

Kecamatan Sekayam dengan ibukota kecamatan di desa Balai Karangan memiliki luas 841,01 km2 dengan jumlah penduduk pada tahun 2006 adalah 26.584 Jiwa dan kepadatan penduduk brutto adalah 32 jiwa/km2. Secara administratif Kecamatan Entikong terdiri dari 10 desa dan 35 dusun. Kecamatan ini berjarak kurang lebih 128 km dari Ibukota Kabupaten Sanggau. Prasarana yang telah ada terdiri dari jalan Negara 17 km, jalan kabupaten 65,7 km, jalan desa 102,027 km. Sarana pendidikan yang tersedia terdiri dari 3 unit TK, 28 unit SD/MI, 4 unit SLTP/MTS dan 2 unit SLTA/MA. Sarana kesehatan terdiri dari 1 unit puskesmas dan 4 unit puskesmas pembantu serta 2 unit poliklinik. Sarana telekomunikasi berupa STO Balai Karangan dengan kapasitas terpasang 978 SST dan kapasitas terpakai 528 SST. Sarana ekonomi yang berupa Bank terdiri dari Bank BRI dan BNI. Meskipun Balai Karangan secara sosial budaya, ekonomi dan fisik lingkungan melebihi Entikong, namun tulisan ini akan lebih fokus pada pembahasan tentang Entikong karena kawasan inilah yang telah dikukuhkan sebagai pintu gerbang perbatasan yang diwujudkan dalam pembangunan Pos Pemeriksaan Lintas Batas (PPLB).

PERJALANAN MENUJU ENTIKONG
Untuk menuju Entikong dari Pontianak dapat ditempuh melalui jalan trans Kalimantan poros selatan sampai kecamatan Tayan kemudian melintas ke Utara melewati kecamatan Batang Tarang, Sosok, Kembayan dan akhirnya masuk ke Entikong melalui jalan trans Kalimantan poros Utara. Jalan trans Kalimantan baik poros selatan maupun utara pada umumnya kondisinya baik. Jarak dari Pontianak sampai Entikong 310 km dengan waktu tempuh kurang lebih 7 jam.

KONDISI SOSIAL BUDAYA, EKONOMI DAN FISIK LINGKUNGAN KECAMATAN ENTIKONG 
Laju pertumbuhan penduduk rata-rata di Kecamatan Entikong adalah 9,51% per tahun. Angka ini sangat jauh lebih tinggi dibandingkan dengan Kabupaten Sanggau yang hanya 1,44% per tahun. Adapun jenis pekerjaan penduduknya didominasi oleh lapangan pekerjaan dalam bidang pertanian. Apabila dilihat dari ragam jenis etnis masyarakatnya, disini sangat heterogen antara lain etnis Dayak, Melayu, Jawa, Cina, Banjar, Bugis. Karena etnisnya sangat beragam maka agama yang dianut juga beragam. Namun demikian toleransi keberagamaan di wilayah ini sangat tinggi. Kondisi sosial ekonomi di Kecamatan Entikong bila dilihat dari pendapatan perkapita penduduknya pada tahun 2005 adalah Rp 2,8 juta (berdasarkan harga konstan). Kondisi ini berada pada urutan ke 10 dari total 15 kecamatan yang ada di Kabupaten Sanggau. Namun bila ditinjau dari pertumbuhannya menunjukkan angka yang cukup signifikan yaitu sekitar 5% bila dibandingkan pada tahun sebelumnya. Aktifitas ekonomi di kawasan perbatasan Entikong ini menunjukkan fenomena yang cukup menarik bila dicermati dari lalu lintas keluar masuknya barang melalui PPLB nya. Pada tahun 2005 nilai barang masuk sebesar 748.328,54 USD sedangkan nilai barang keluar sebesar 2.231.714,16 USD. Angka ini menunjukkan nilai surplus perdagangan dengan Malaysia yang tentunya merupakan prospek yang perlu terus dipacu pada masa yang akan datang. Dengan memperbaiki infrastruktur ekonomi di kawasan ini maka diharapkan kinerja ekonomi dapat meningkat sehingga memberi manfaat langsung dalam kesejahteraan penduduknya. Keadaan topografi Kecamatan Entikong bervariasi dengan dominasi bentuk permukaan daratan bergelombang, perbukitan rendah sampai pegunungan yang meliputi 90% dari luas wilayahnya. Fisik lingkungan yang berupa deretan pegunungan, secara geografis terletak membujur Timur – Barat sepanjang garis perbatasan Negara. Bentang alam ini tentu saja merupakan suatu potensi alam yang secara alamiah membentuk batas pemisah antar Negara. Curah hujan di kawasan ini cukup tinggi yaitu rata-rata 2.856 mm/tahun dengan rata-rata hari hujan 196 hari/tahun. Secara hidrologis kecamatan ini dilalui oleh Sungai Sekayam yang merupakan anak Sungai Kapuas. Keberadaan sungai ini memiliki peran yang penting dalam memacu tumbuhnya pusat-pusat permukiman penduduk di sekitarnya. Penggunaan lahan di Kecamatan Entikong di dominasi oleh areal hutan dan pertanian. Sekitar 60% wilayahnya merupakan kawasan lindung (30.413 Ha), dan hanya 40% (20.276 Ha) yang merupakan kawasan budidaya. Sumber pelayanan air bersih untuk kota Entikong yang diusahakan oleh PDAM Cabang Entikong saat ini berasal dari sumber air baku sungai Sekayam dengan kasitas 5L/dt dan mata air etentik dengan kapasitas 2,5 l/dt. Sebagian besar dari kapasitas air bersih yang berasal dari air baku Sungai Sekayam digunakan untuk melayani kebutuhan rumah tangga sedangkan air bersih dari sumber air baku mata air etentik digunakan untuk melayani kegiatan perdagangan. Pelayanan energi listrik kota Entikong saat ini berasal dari PLN Wilayah Cabang Sanggau yang memproduksi listrik sebesar 34.600.000 KWH. Dari produksi listrik tersebut untuk Kecamatan Entikong hanya dilayani sebesar 3,5%.

VISI, MISI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN PERBATASAN ENTIKONG 

Visi: Menjadikan Entikong Sebagai Pusat Pertumbuhan (Growth Centre) Dan Sebagai Motor Penggerak Pembangunan Di Kawasan Perbatasan.

Misi: 1. Mengembangkan Kegiatan Industri Dan Pariwisata 2. Mengembangkan Kegiatan Perdagangan Dan Jasa Berskala Lokal Dan Internasional 3. Meningkatkan Sarana & Prasarana Pendidikan, Kesehatan, Permukiman, Transportasi, Telekomunikasi, Listrik Dan Air Bersih




Strategi: 1. Pemantapan RUTRW Kabupaten Sanggau, RDTR dan Master Plan Border Development Centre (BDC) Entikong. 2. Mensinergikan Pembangunan Antar Wilayah Dengan Negara Tetangga 3. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Dan Dunia Usaha 4. Menciptakan Iklim Usaha Yang Kondusif Di Daerah Perbatasan 5. Membangun Dan Meningkatkan Infrastruktur Dasar Dan Penunjang Untuk Membuka Isolasi Kawasan

MASTERPLAN BORDER DEVELOPMENT CENTER (BDC) ENTIKONG

Border Development Centre (BDC) adalah kawasan strategis yang memiliki potensi untuk pemusatan kegiatan ekonomi baru yang mengarah pada dua kegiatan utama yaitu kawasan industri dan perdagangan bebas yang dibagi dalam satuan guna lahan utama sehingga membentuk struktur ruang yang terdiri dari blok-blok lingkungan dan menjadi satu kesatuan ruang yang sinergis sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi kawasan dan sekitarnya.
Prasarana dan sarana yang direncanakan dibangun di BDC meliputi: a. Sarana perekonomian: Duty free shop, marketing point, pasar tradisional, perkantoran, b. Sarana olahraga dan rekreasi: lapangan golf dan Villa, lapangan olahraga, sarana rekreasi, hotel c. Sarana industry: kawasan industri besar, menengah, kecil d. Prasarana transportasi : terminal penumpang dan barang e. Sarana permukiman dan penunjangnya: perumahan RSh dan Rusunawa, sekolah SD, SMP, SMU, rumah sakit tipe C. f. Sarana penunjang keimigrasian: pintu gerbang PPLB, kantor imigrasi, karantina hewan dan tumbuhan serta pos polisi. g. Ruang Terbuka Hijau.

KEBIJAKAN UMUM DALAM PENGEMBANGAN BDC ENTIKONG 

1. Membangun pola pendanaan bersama untuk pembentukan dan operasionalisasi Badan Pengelola BDC Entikong. Badan Pengelola ini memiliki tugas menyusun kebijakan pengembangan dan mengkoordinasikannya di tingkat pusat. 2. Sinkronisasi kegiatan - kegiatan Pemerintah pusat dan daerah melalui penetapan anggaran pembangunan sektoral dan daerah yang diarahkan bagi pengembangan BDC Entikong. 3. Memacu pendekatan kerjasama dan perhatian yang lebih besar/khusus dengan instansi-instansi sektoral di pusat guna memacu pengembangan infrastruktur BDC Entikong. 4. Memperbesar kontribusi sumber pendanaan dari Dana Alokasi Khusus (DAK), disamping dari APBN, APBD Provinsi, APBD Kabupaten dan swasta/investor. 5. Menggalang dukungan dan fasilitasi dari instansi pusat dan pihak investor baik dalam maupun luar negeri untuk pengembangan BDC Entikong.

PERMASALAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN PERBATASAN ENTIKONG
1. Terbatasnya sarana dan prasarana dasar seperti transportasi, pendidikan, kesehatan, air bersih, listrik dan telekomunikasi serta sarana perekonomian. Hingga saat ini kecamatan Entikong masih berstatus sebagai kawasan tertinggal. Kondisi ini mengakibatkan kesenjangan kesejahteraan masyarakat Entikong dengan masyarakat Sarawak. 2. Terdapat beberapa wilayah yang belum dapat dijangkau dengan transportasi darat (kawasan terisolir) 3. Rentan terhadap infiltrasi karena keterbatasan sarana dan prasarana yang dimiliki terutama dalam hal pengawasan dan pengamanan wilayah. Keadaan ini terlihat dengan adanya 11 jalan tikus di sepanjang garis perbatasan yang merupakan peluang bagi penyelundupan tenaga kerja maupun barang. 4. Rendahnya kualitas SDM yang terlihat dari tingkat pendidikan masyarakat rata-rata hanya tamat SD. 5. Pembangunan dilakukan secara parsial dan temporal sehingga pembangunan yang dilaksanakan selama ini kurang sinergis dan terpadu. 6. Belum ada peraturan pelaksanaan terkait pengelolaan kawasan perbatasan yang menyangkut badan pengelola perbatasan negara sehingga hal ini mengakibatkan kurangnya koordinasi antar instansi – instansi terkait di tingkat daerah maupun pusat. 7. Kewenangan penanganan wilayah perbatasan antarnegara masih di pusat, namun jika terjadi permasalahan menjadi beban dan tugas Pemkab Sanggau. 8. PPLB Entikong setiap waktu menjadi salah satu tempat pengembalian TKI yang bermasalah dari luar negeri, namun belum ada instansi pusat yang menangani. 9. Belum tersedianya kajian sosiologis terkait dengan transformasi sosial budaya masyarakat yang semula agraris menjadi masyarakat industrial atau pedagang.

HARAPAN MENUJU BERANDA DEPAN 
1. Perlu percepatan pembangunan melalui pembangunan pusat kegiatan ekonomi di kawasan perbatasan Entikong. BDC Entikong merupakan kawasan strategis yang potensial dan prospektif harus dikembangkan secara optimal sehingga dapat menjadi beranda depan negara. 2. Perlu fasilitasi untuk meningkatkan kinerja PPLB Entikong melalui pembangunan prasarana , sarana dan kapasitas SDM. 3. Perlu fasilitasi untuk meningkatkan kinerja kawasan perkotaan Entikong dalam rangka meningkatkan fungsi sebagai pusat pelayanan PPLB, sebagai pusat perdagangan, sebagai pusat kegiatan industri pengolahan hasil pertanian dan perkebunan serta sebagai kota pelabuhan darat (dryport). 4. Perlu percepatan pembentukkan institusi Badan Pengelola Nasional kawasan perbatasan Negara dan Badan Pengelola Daerah kawasan perbatasan Entikong sebagaimana amanat pasal 14 UU No. 43 tahun 2008 tentang Wilayah Negara. 5. Pada akhirnya seluruh Pemangku Kepentingan kawasan perbatasan Negara Entikong perlu memberikan komitmennya secara sungguh-sungguh bahwa pengelolaan kawasan ini yang merupakan BERANDA DEPAN WILAYAH NEGARA telah dilakukan dengan pendekatan kesejahteraan, keamanan dan kelestarian lingkungan secara bersama-sama.

Sumber tulisan: 
1. Paparan Bupati Sanggau dalam rangka pengembangan kawasan khusus di kabupaten sanggau, Jakarta 25 april 2007 
2. Paparan profil pengembangan kawasan perbatasan antar Negara entikong, sanggau 2007 
3. Revisi Rencana Tata Ruang Kawasan Khusus Pelayanan Terpadu Entikong, Laporan Akhir 2003, Lembaga Penelitian Universitas Trisakti, Pemerintah Daerah Kabupaten Sanggau, Provinsi Kalimantan Barat. 
4. Catatan: Profil wilayah ini pernah dimuat dalam Buletin Tata Ruang Edisi 3 tahun 2009.oleh penulis yang sama

Tidak ada komentar:

Posting Komentar